Sama halnnya, saat saya bulan lalu jalan-jalan ke Thailand. Harga baju disana murah-murah, dan saat ditampilkan di mall di Indonesia, Innalillahi, berkali-kali lipat lah harganya. Masak harga baju 18 ribu, dijual 75-100 ribu. Mabuk bener. Pantes saja ada pameo, jualan apa saja di Indo bakal laku, apalagi kalau pake model iklan artis. Huff.. *jadi inget model iklan hp tertentu* Sampe pernah kepikir, pengen jualan baju Thailand. Tapi pas dipikir, jualan dimana, toko mana, siapa yang ngurusin, hehe.. batal deh..
Tas beranak tas, akibat murahnya produk Thailand, di Bandara Svarnabhumi, |
Terkadang bikin sirik kalau tahu biaya produksinya yang rendah, tapi hmhm.. biaya pemasarannya yang gila-gilaan. Bikin toko baju *entah yang ada fisik maupun hanya online*, ngejualin barang hingga dikenal konsumen, perlu waktu, tenaga, modal, dan pikiran yang gila-gilaan juga. Terkadang, sampe nge-hire konsultan bisnis yang hitungan gajinya per jam. Hihi..
Ga usah jauh-jauh deh kasih contoh. Saya jualan benih kentang, bisa dibilang dari yang berdarah-darah deh. Meskipun produk bagus, tapi kalau belum dikenal, belum dipercaya, mo bilang apa. Padahal pemain lama di perbenihan kentang juga banyak, dari yang modalnya besar dengan jaringan yang kuat hingga yang bermodal kecil. Padahal bayar cicilan, terus berjalan. Kalau dapat investor yang mau ngerti sih, Alhamdulillah. Kalau engga, bisa berburuk sangka deh ke kita. Belum lagi kalau ditipu oleh konsumen, apalagi kalau konsumen itu teman dekat sendiri, petani sendiri.. Atau tantangan lingkungan saat ini yang ga jelas begini. Hihihi..
Saya jadi teringat suatu pemahaman bahwa hidup tidaknya suatu usaha dilihat dari 5 tahun pertama. Hehe, bener juga, karena masa-masa itulah, bisa ga bertahan saat pemasukan belum stabil atau malah pemasukan stabil tetapi karena kaya mendadak, jadi boros dan duit tidak berputar. Hihi..
Sebenarnya saya salut pemikiran wirausaha dari Jepang yang mengatakan, 3 tahun pertama usaha, yang penting adalah bertahan, tidak perlu memperhitungkan untung dulu. Ibaratnya, belajar dulu.
Sementara, kalau bisnis di Indo, patokannya kalau bisa untung di awal lebih bagus. Bila ga untung di tahun awal, segera lah cari usaha lain. Hehe padahal, justru di tahun awal, mestinya kita banyak-banyak belajar, memperbaiki kesalahan, mencari strategi terbaik. Emang berat sih, ga untung 3 tahun? mana tahan deh, tapi memang begitulah dunia usaha *kayak saya yang sudah hebat aja ya, maaf* Makanya, wirausaha di Indo cuman sedikit, ga stabil. Pas ada sedikit goncangan, langsung gulung tikar. Tuh, yang hebat petani lho, ilmu susuganan musim depan lebih baik, membuat petani terus bertani.. hehe
But, setapak demi setapak, dengan dikenalnya produk kita, konsumen akan mencari produk kita sendiri. Kalau perlu, diomelin atau dimarahin konsumen karena dia ga kebagian produk kita. Kalau yakin kita bagus, Insya Allah, semuanya pasti ada jalannya..
So, brand, merk adalah representative dari diri kita. Mahal atau murah sangat relatif. Bila mahal tetapi terjamin mutunya, bisa saja akan terus dicari konsumen setianya. Tapi kalau saya, mending ikut harga pasar deh, ga usah mahal-mahal, yang penting modal bisa keputar..