Dia ga mau menjadi petani penangkar kentang karena tidak boleh tumpangsari. Ya iyalah, mana boleh. Alasannya klise, dengan tumpangsari maka dia memperoleh pendapatan 2 kali.
Bila tumpangsari kentang dan cabe, keduanya ditanam bersamaan. Saat kentang dipanen, tanaman cabe sudah mulai agak besar. Satu bulan kemudian, cabe sudah dapat dipanen hingga 2-3 bulan. Dengan demikian bisa menghemat waktu kosong. Selain itu, cabe yang diawal tanam ternaungi kentang, pertumbuhannya lebih bagus karena membantu menjaga kelembaban tanah. Kelebihan lain tumpangsari ini, bisa berbagi input produksi, terutama pupuk dan pestisida.
Namun ada kelemahannya. Katanya, produksi kedua tanaman ini tidak bisa maksimal. Mungkin hanya 70% saja. Namun demikian, biaya produksi sudah pasti tertutup dari penjualan kentang. Nah, tanaman cabe dianggap sebagai kelebihan pendapatannya. Kalau harga bagus, bisa 2 kali lipat keuntungannya kentang. tapi kalau harga sedang turun, ya tidak mengapa. Toh, sudah tertutupi dari kentang bukan..
Lihat cabenya yang kecepit ditengah |
Kondisi cabe saat panen kentang.. Sama-sama tidak maksimal |
Hehe.. Mungkin dia sudah merasa puas memperoleh hasil kentang yang hanya 10-15 t/ha saja..
Dikejar lagi, ternyata dia berasumsi, bila harus jual benih kentang 3 bulan lagi setelah panen, terlalu lama uangnya mengendap.. Dengan tumpangsari, uangnya bisa muter.. wkwkw.. Ternyata, ketemu deh akar permasalahannya. Bila benih kelas atas seperti G2, bolehlah kita simpan benih bu, tapi kalau hanya kelas benih bawah, ga sepadan kita puasanya..
Oala, memang ini yang menjadi momok sebagian besar penangkaran benih kentang :)
Saya jadi penasaran menghitung analisis ekonominya kedua jenis usahatani tersebut.. Tunggu ya..
Tros karepmu piye???
BalasHapusOh
BalasHapus