Entah kenapa saya merasa berbeda sejak masuk kantor lagi dibandingkan dulu saat selesai master. Ide, serasa berseliweran di benak saya, tanpa saya undang. Bahkan terkadang, saking serunya ide, terbayang-bayang hingga ga tidur-tidur.. *Lebay*
Dulu, selesai master, memang ada ide, tetapi ga sesemarak ini. Bahkan sekarang, saya sering disebut hubby, banyak maunya, tapi ga ada aksi. Yup, ga punya waktu untuk merealisasikan ide, sehingga seolah NATO, no action, talk only.. Hmhm.. seandainya punya pasukan untuk merealisasikan ide2 saya...
How comes?
Di kantor, saya pun banyak usul, memberikan saran. Ada yang disetujui, ada yang dicemooh, ada yang menghargai, ada yang dongkol.. Warna-warni. Hehe, I don't care. Tapi Alhamdulillah, meskipun ada yang sinis, di setiap ide saya, selalu ada yang menghampiri saya dan mendukung, mengapresiasi saya.
Dipikir-pikir, kok saya sampai segitunya sih. Saya sendiri heran kok. Hingga saya mengevaluasi diri, perbedaan saya sebagai master dan doktor. Masak iya karena perbedaan gelar ini.. Akhirnya saya ungkapkan ke hubby, dan di acc olehnya..
Banyak penyebab utama, seperti sekarang saya punya bisnis mapan sendiri. Tentu punya bisnis harus bisa berfikir multi disiplin dan multi-multi yang lain. Dulu, hanya sebagai peneliti, tentu pikiran saya hanya satu arah. Saat ini, tentu berbeda, ya saya berstatus peneliti dan petani. Ah.. tapi apa ya yang bikin beda...
Jawaban tak terduga saya adalah karena salah satunya saya sering nonton TV berbayar. Haha....
Banyak channel yang saya suka seperti BBC, NGC, AFC, DC, dll. Ga lupa serial kriminal di Fox crime, Fox channel, AXN, dll. Kok bisa, hubungannya apa..
Kalau channel BBC dkk, pasti ketahuan deh, karena channel mereka memang soal ilmu pengetahuan dkk. Kalau soal serial kriminal?
Bila kalian juga penikmat serial kriminal, pasti paham maksud saya. Mungkin 4 tahun ini saya terbawa cara berfikir mereka. Terutama bos-bos dan tokoh sentral serial.
#1# NCIS, Gibbs. Awalnya saya ga begitu suka dengan tokoh bos ini, karena kebiasaannya yang suka nampar kepala anak buahnya bila salah. Bagi orang timur seperti saya, terlalu deh. Tapi jangan salah, dia care banget sama anak buahnya lho. Saya suka salut dengan instingnya, bagaimana dia berfikir jauh ke depan. Ga terasa, saya jadi ikut2an seperti dia. Berusaha berfikir step a head than others. Kadang saya keki, kok bisa sih mikir jauh ke depan seperti itu. Tapi, lama2 ketahuan juga polanya, jadi saya pun niru pola2 pikirnya..
#2# Max. Nah, ini bos baik bangets. Care tapi cara dia ngumpanin ide ke anak buah, ok lah. Niru-niru cara humanisnya lah.
#3# Bone. Ini mah scientific banget, bahkan terkadang terlalu naif. Terkadang, kalau saya lagi naif, saya sering diledekin hubby sebagai Dasar Bone. Padahal, saya suka keki dengan kenaifan Bone.. Artinya, mungkin banyak juga yang keki dengan kenaifan saya kale ya..
Yang salut dari tokoh ini, wuih, pinter banget. Dia benar2 mendalami ilmunya, sehingga bisa menemukan hal2 baru. Hehe.. pengen juga sih nantinya kayak dia.
#4# Megan, di Body of proof. Kalau ini memang pinter, tapi ngeyelnya nyebelin. hahaha.. Tetep salut lah dengan kepinterannya..
#5#Castlle. Yang saya tiru, berusaha berfikir out of the box, jadi bisa mengimbangi pasangannya yang terlalu mengikuti SOP.
Nah, yang baru-baru ini saya suka cara berfikir jauh ke depan adalah Mentalist. Heran saya, kok bisa sih berfikir begitu. Karena serial ini agak baru, saya belum tau pola pikir jauh ke depannya. Tapi asyik juga nih tokoh, meskipun terkadang nyebelin gaya sok taunya..
Simpulannya
Belajar bisa dari mana saja. Bisa dari membaca buku, menonton TV. Asal jangan nonton Sinetron ya. Kalau kata saya, Sinetron mah, pembodohan laten.. Alhamdulillah, sudah 4 tahun ini, saya puasa sinetron dan ga pengen buka puasanya..
Topik Judul
- aeroponik kentang (56)
- catatan harian (102)
- kesehatan (13)
- motivasi (21)
- opini (44)
- Organik (11)
- penelitian (28)
- pertanian (34)
- travelling (21)
- Wirausaha (16)
Cari Blog Ini
Jual benih kentang bersertifikat G0 aeroponik dan turunannya (G1, G2)
Pemesanan Benih Kentang :
Hubungi http://jayamandirifarm.blogspot.com/
atau phone/whatsApp/Line/WeChat/Viber
+62 812 1919 2065
0812 1919 2065
email : vansekar@yahoo.co.id
atau phone/whatsApp/Line/WeChat/Viber
+62 812 1919 2065
0812 1919 2065
email : vansekar@yahoo.co.id
LAYANAN KONSUMEN JM FARM :
Free/Gratis Khusus Konsumen :
- Panduan budidaya perbenihan kentang
- Konsultasi teknologi perbenihan kentang,
Diskon Khusus Konsumen : Pembelian diatas jumlah minimum
- Panduan budidaya perbenihan kentang
- Konsultasi teknologi perbenihan kentang,
Diskon Khusus Konsumen : Pembelian diatas jumlah minimum
Selasa, 18 Februari 2014
Senin, 17 Februari 2014
Meluruskan Konsep Hidroponik : Oleh-oleh Pelatihan Hidroponik 2
Lanjutan
Kembali ke laptop..
Tentang materi...
Ada satu yang mengganjal dari pelatihan tersebut.
Dikatakan, disebut hidroponik karena budidaya tanpa tanah. Kenapa ga boleh pake tanah? Jawaban dia karena tanah tidak steril dan ga inert.
Perlu saya luruskan disini, tanah mengandung hara makro dan mikro yang tidak diketahui berapa jumlah tepatnya. *Bisa sih diketahui, tapi jumlah tepatnya harus dicari dengan uji laboratorium* Berhidroponik berarti menggunakan nutrisi buatan yang terukur, agar diperoleh produksi yang diinginkan. Maka sulit dong nentuin berapa nutrisi yang harus diberikan bila menggunakan media tanah. Beda bila menggunakan media yang tidak ikut berperan menyumbang tambahan hara seperti pecahan genting atau sekam bakar, karena gampang dihitung berapa nutrisi yang harus diberikan. Jadi media disini lebih bersifat sebagai penopang tumbuh saja, bukan penyumbang hara.
Sama halnya dengan, mungkinkah berhidroponik dengan nutrisi alami/organik. Pertanyaannya, bagaimana ngukur kandungan nutrisi alami tersebut? Nutrisi alami tersebut mengalami proses reaksi alami seperti pelepasan N, yang sulit diukur tepatnya. Terus gimana dong nentuin berapa nutrisi alami yang harus diberikan, misalnya pada kasus aquaponik.
Bukan berarti berhidroponik dengan tanah atau nutrisi alami menyebabkan tanaman jadi mati, tetapi budidaya tersebut tidak bisa disebut hidroponik lagi atau tepatnya, kehebatan hidroponik ga kelihatan. Emang sih, banyak salah kaprah di kalangan umum. Biarin dah, yang penting nanem deh. Bagi hobiis atau ibu-ibu untuk keperluan rumah tangga, ga masalah, tetapi untuk bisnis, hehe.. output maksimal dengan keuntungan sebesar-besarnya sulit diperoleh.. Namanya juga hobiis, yang penting tanaman tumbuh, bisa dipanen, ga begitu peduli berapa kg produksi, asal bisa dimakan atau seberapa cantik penampilannya atau seberapa enak dimakan karena dinikmati dan dimakan sendiri. Kalau untuk bisnis? hehe..
Kenapa begitu? Taukah kehebatan hidroponik? Dengan dapat menghitung berapa nutrisi yang harus diberikan, kita juga bisa memprediksi produksi yang akan diperoleh. Kalau di media tanah, sulit hal demikian bisa diperoleh karena terkadang tanah mengikat hara, sehingga prediksi produksi meleset. Sedangkan dengan hidroponik, Kita bebas menentukan berapa produksi yang dicapai. Ada yang suka memberikan EC tinggi (terutama untuk sayuran daun) agar tanaman bisa cepat panen, waktu hemat, sehingga diperoleh banyak musim, tapi boros nutrisi *tapi kalau emang lebih feasible sih, ga masalah kale*. Semua punya mahzab sendiri2 sesuai pengalaman dan teori yang diyakininya.. *ciecie*
Makanya, saya ga heran bila konsumen benih aeroponik saya terheran-heran dengan pertumbuhan tanaman kentangnya.. Katanya Granola L, tapi kok berbunga, bu.. Atau, heran dengan betapa bongsornya pertumbuhan kentangnya.. Yang, terkadang bisa melebihi tingginya orang.. Hehe.. Halow.. ini bukan genetis lho. Ingat, pertumbuhan tanaman itu merupakan interaksi antara genetis dan lingkungan dan........... Hidroponik berusaha mempengaruhi lingkungan agar berproduksi maksimum dan kualitas maksimum. Kuncinya, salah satunya ya nutrisi..
Jadi, sekali lagi jangan heran ya, dan pleasee... jangan ributkan lagi masalah berbunga dan tidak berbunga *silahkan baca postingan saya tentang berbunga, males ngomentarinnya sih*
Kembali ke laptop..
Tentang materi...
Ada satu yang mengganjal dari pelatihan tersebut.
Dikatakan, disebut hidroponik karena budidaya tanpa tanah. Kenapa ga boleh pake tanah? Jawaban dia karena tanah tidak steril dan ga inert.
Perlu saya luruskan disini, tanah mengandung hara makro dan mikro yang tidak diketahui berapa jumlah tepatnya. *Bisa sih diketahui, tapi jumlah tepatnya harus dicari dengan uji laboratorium* Berhidroponik berarti menggunakan nutrisi buatan yang terukur, agar diperoleh produksi yang diinginkan. Maka sulit dong nentuin berapa nutrisi yang harus diberikan bila menggunakan media tanah. Beda bila menggunakan media yang tidak ikut berperan menyumbang tambahan hara seperti pecahan genting atau sekam bakar, karena gampang dihitung berapa nutrisi yang harus diberikan. Jadi media disini lebih bersifat sebagai penopang tumbuh saja, bukan penyumbang hara.
Sama halnya dengan, mungkinkah berhidroponik dengan nutrisi alami/organik. Pertanyaannya, bagaimana ngukur kandungan nutrisi alami tersebut? Nutrisi alami tersebut mengalami proses reaksi alami seperti pelepasan N, yang sulit diukur tepatnya. Terus gimana dong nentuin berapa nutrisi alami yang harus diberikan, misalnya pada kasus aquaponik.
Bukan berarti berhidroponik dengan tanah atau nutrisi alami menyebabkan tanaman jadi mati, tetapi budidaya tersebut tidak bisa disebut hidroponik lagi atau tepatnya, kehebatan hidroponik ga kelihatan. Emang sih, banyak salah kaprah di kalangan umum. Biarin dah, yang penting nanem deh. Bagi hobiis atau ibu-ibu untuk keperluan rumah tangga, ga masalah, tetapi untuk bisnis, hehe.. output maksimal dengan keuntungan sebesar-besarnya sulit diperoleh.. Namanya juga hobiis, yang penting tanaman tumbuh, bisa dipanen, ga begitu peduli berapa kg produksi, asal bisa dimakan atau seberapa cantik penampilannya atau seberapa enak dimakan karena dinikmati dan dimakan sendiri. Kalau untuk bisnis? hehe..
Kenapa begitu? Taukah kehebatan hidroponik? Dengan dapat menghitung berapa nutrisi yang harus diberikan, kita juga bisa memprediksi produksi yang akan diperoleh. Kalau di media tanah, sulit hal demikian bisa diperoleh karena terkadang tanah mengikat hara, sehingga prediksi produksi meleset. Sedangkan dengan hidroponik, Kita bebas menentukan berapa produksi yang dicapai. Ada yang suka memberikan EC tinggi (terutama untuk sayuran daun) agar tanaman bisa cepat panen, waktu hemat, sehingga diperoleh banyak musim, tapi boros nutrisi *tapi kalau emang lebih feasible sih, ga masalah kale*. Semua punya mahzab sendiri2 sesuai pengalaman dan teori yang diyakininya.. *ciecie*
Makanya, saya ga heran bila konsumen benih aeroponik saya terheran-heran dengan pertumbuhan tanaman kentangnya.. Katanya Granola L, tapi kok berbunga, bu.. Atau, heran dengan betapa bongsornya pertumbuhan kentangnya.. Yang, terkadang bisa melebihi tingginya orang.. Hehe.. Halow.. ini bukan genetis lho. Ingat, pertumbuhan tanaman itu merupakan interaksi antara genetis dan lingkungan dan........... Hidroponik berusaha mempengaruhi lingkungan agar berproduksi maksimum dan kualitas maksimum. Kuncinya, salah satunya ya nutrisi..
Jadi, sekali lagi jangan heran ya, dan pleasee... jangan ributkan lagi masalah berbunga dan tidak berbunga *silahkan baca postingan saya tentang berbunga, males ngomentarinnya sih*
Cari-Cari Inspirasi : Oleh-oleh Pelatihan Hidroponik 1
Minggu lalu, saya ikutan pelatihan hidroponik by praktisi. Ceritanya sih, cari-cari inspirasi. Kali aja ada yang baru atau mencoba berfikir out of the box, atau minimal nambah teman lah..
Ternyata, pelatihan tersebut, benar-benar untuk pemula dengan kapasitas peserta yang cukup banyak. Kebayang deh, jadi ga dapat apa-apa dari sisi materi. Tapi ada yang ingin saya sharing disini.
#1# Salut dengan animo pesertanya yang banyak. Sepertinya kaum menengah ke atas dan kebanyakan dari Jakarta.
Jujur, saya ngiri melihat banyaknya peserta, bukan masalah salary-nya. Saya adalah pelayan masyarakat, terutama petani. Saya sering mengundang pertemuan atau pelatihan kepada petani, tapi aduuuh, sudah dikasih ongkos, dikasih makan, yang datang ga pernah bisa banyak. Kenapa? karena petani saya kebanyakan masih miskin, yang masih mikir dapat duit berapa, bukan berapa banyak ilmu yang saya peroleh dari pelatihan. Grggr.. saya terkadang membatin dalam hati, petani-petani itu sadar ga sih, kalau banyak orang kaya yang berani bayar mahal untuk mendapat pelatihan dari saya, tapi tidak saya sanggupi karena saya DIWAJIBKAN lebih memperhatikan petani miskin yang susah diajak kaya.. wuih.. kasar amat ya..
Memang sih, setelah mereka paham betapa bergizinya pelatihan/penyuluhan yang saya berikan. Mereka tuman atau dikit-dikit SMS atau telpon bertanya ini itu ke saya. Terkadang, saya sendiri malah jadi repot *tuing tuing*
#2#Siapakah yang layak menjadi mentor?
Relatif. Salut juga dengan para praktisi yang berani membuat pelatihan komersil. Ga masalah sih, meskipun tidak berpendidikan pertanian memberikan pelatihan pertanian. Tapi mestinya, hendaknya belajarlah tentang pertanian, minimal dasar-dasarnya lah.
Saya pernah baca tulisan praktisi tentang hidroponik, dia bisa bercerita tentang pengalamannya mencampurkan nutrisi diikuti teorinya bagaimana reaksi pencampuran dan kesalahan2 yang dia alami. Salut, jam terbangnya dan dilandasi teori2. Terus terang, pengen sekali2 berdiskusi dengannya.
Tapi jangan salah, ada juga peneliti, akademisi yang text book. Cuman main comot dari buku sana-sini tanpa pengalaman yang jelas. Bahkan terkadang, saya juga prihatin bila ada mentor yang bukan bidang keahliannya, nekat mengajar. Tau cara membedakannya? Coba deh orang tersebut disuruh ngasih contoh, pasti gelagapan deh. Ya iyalah, misalnya orang ternak disuruh ngajar bikin benih bunga krisan.. Jangan salah, honor jadi mentor tuh cukup menggiurkan lho..
Setau saya, apabila pernah mendapatkan pendidikan sarjana pertanian, pasti pernah merasakan disiksa berbagai praktikum dengan laporan yang berjibun. Minimal, pernah nyangkut tentang dasar-dasar pertanian. Yang diobok-obok, minimal 4 tahun lah. Jadi, sebenarnya sayanglah, bila sarjana pertanian tidak menggeluti pertanian, dan bersyukurlah bila sarjana pertanian yang benar-benar mendalami pertanian *thanks God*
#3# Reportase iseng dari pelatihan tersebut...
Saya pindah-pindah kursi saat pelatihan. Maksudnya, biar kenal banyak teman. Dari sekian banyak teman itu, mereka mengajak agar saya ikutan bertanam hidroponik dan mengajari saya cara membuat persemaian.. Hehe... Salut deh buat semangat teman-teman baru saya...
Ternyata, pelatihan tersebut, benar-benar untuk pemula dengan kapasitas peserta yang cukup banyak. Kebayang deh, jadi ga dapat apa-apa dari sisi materi. Tapi ada yang ingin saya sharing disini.
#1# Salut dengan animo pesertanya yang banyak. Sepertinya kaum menengah ke atas dan kebanyakan dari Jakarta.
Jujur, saya ngiri melihat banyaknya peserta, bukan masalah salary-nya. Saya adalah pelayan masyarakat, terutama petani. Saya sering mengundang pertemuan atau pelatihan kepada petani, tapi aduuuh, sudah dikasih ongkos, dikasih makan, yang datang ga pernah bisa banyak. Kenapa? karena petani saya kebanyakan masih miskin, yang masih mikir dapat duit berapa, bukan berapa banyak ilmu yang saya peroleh dari pelatihan. Grggr.. saya terkadang membatin dalam hati, petani-petani itu sadar ga sih, kalau banyak orang kaya yang berani bayar mahal untuk mendapat pelatihan dari saya, tapi tidak saya sanggupi karena saya DIWAJIBKAN lebih memperhatikan petani miskin yang susah diajak kaya.. wuih.. kasar amat ya..
Memang sih, setelah mereka paham betapa bergizinya pelatihan/penyuluhan yang saya berikan. Mereka tuman atau dikit-dikit SMS atau telpon bertanya ini itu ke saya. Terkadang, saya sendiri malah jadi repot *tuing tuing*
#2#Siapakah yang layak menjadi mentor?
Relatif. Salut juga dengan para praktisi yang berani membuat pelatihan komersil. Ga masalah sih, meskipun tidak berpendidikan pertanian memberikan pelatihan pertanian. Tapi mestinya, hendaknya belajarlah tentang pertanian, minimal dasar-dasarnya lah.
Saya pernah baca tulisan praktisi tentang hidroponik, dia bisa bercerita tentang pengalamannya mencampurkan nutrisi diikuti teorinya bagaimana reaksi pencampuran dan kesalahan2 yang dia alami. Salut, jam terbangnya dan dilandasi teori2. Terus terang, pengen sekali2 berdiskusi dengannya.
Tapi jangan salah, ada juga peneliti, akademisi yang text book. Cuman main comot dari buku sana-sini tanpa pengalaman yang jelas. Bahkan terkadang, saya juga prihatin bila ada mentor yang bukan bidang keahliannya, nekat mengajar. Tau cara membedakannya? Coba deh orang tersebut disuruh ngasih contoh, pasti gelagapan deh. Ya iyalah, misalnya orang ternak disuruh ngajar bikin benih bunga krisan.. Jangan salah, honor jadi mentor tuh cukup menggiurkan lho..
Setau saya, apabila pernah mendapatkan pendidikan sarjana pertanian, pasti pernah merasakan disiksa berbagai praktikum dengan laporan yang berjibun. Minimal, pernah nyangkut tentang dasar-dasar pertanian. Yang diobok-obok, minimal 4 tahun lah. Jadi, sebenarnya sayanglah, bila sarjana pertanian tidak menggeluti pertanian, dan bersyukurlah bila sarjana pertanian yang benar-benar mendalami pertanian *thanks God*
#3# Reportase iseng dari pelatihan tersebut...
Saya pindah-pindah kursi saat pelatihan. Maksudnya, biar kenal banyak teman. Dari sekian banyak teman itu, mereka mengajak agar saya ikutan bertanam hidroponik dan mengajari saya cara membuat persemaian.. Hehe... Salut deh buat semangat teman-teman baru saya...
Langganan:
Postingan (Atom)